Detail Cantuman

Tingginya pemakaian antimikroba merupakan salah satu faktor yang menunjang pemakaian antimikroba yang tidak rasional berdampak terhadap peningkatan morbiditas, mortalitas, resistensi, dan tingginya beban biaya, sehingga penting dilakukan monitoring. Metode terstandar untuk studi penggunaan antimikroba yang ditetapkan oleh WHO adalah metode Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)/Defined Daily Dose (DDD) dan Drug Utilization (DU) 90%. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik kuantitatif dengan pengambilan data secara retrospektif. Populasi dalam penelitian ini diambil dari seluruh rekam medik pasien dewasa rawat jalan yang diberi antimikroba periode Januari-Maret 2018 di Klinik Pupuk Kujang Cikampek. Obat di klasifikasikan menurut kode ATC, dihitung konsumsi antimikroba berdasarkan DDD/1000 Kunjungan Pasien Rawat Jalan (KPRJ), dan ditentukan obat yang masuk segmen DU 90%. Hasil penelitian menunjukkan nilai DDD dan DU 90% Rifampisin 17.250 DDD/1000 KPRJ, Linkomisin 10.434,78 DDD/1000 KPRJ, Doksisiklin 10.000 DDD/1000 KPRJ, Azitromisin 6.777,78 DDD/1000 KPRJ, Asam Pipemidat 5.227,27 DDD/1000 KPRJ, Siprofloksasin 4.968 DDD/1000 KPRJ, Ko Amoksiklav 4.820,23 DDD/1000 KPRJ, Eritromisin 3.666,67 DDD/1000 KPRJ, Amoksilin 3.658,82 DDD/1000 KPRJ, Sefiksim 3.505,54 DDD/1000 KPRJ, Sefadroksil 2.444,34 DDD/1000 KPRJ, Klindamisin 2.232,86 DDD/1000 KPRJ, dan Levofloksasin 1.390 DDD/1000 KPRJ. Obat antimikroba yang masuk kedalam kategori DU 90% adalah Rifampisin 22,59%, Linkomisin 13,66%, Doksisiklin 13,09%.

Kata Kunci : ATC/DDD Antimikroba, Rawat Jalan, Klinik Pupuk Kujang Cikampek